Selasa, 25 Januari 2011

aplikasi ppk organik

APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI DEKOMPOSER DAN KERJASAMANYA DENGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS HASIL TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)

KASLI , KASLI and YELIANTI, UPIK (2008) APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI DEKOMPOSER DAN KERJASAMANYA DENGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS HASIL TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.). Working Paper. Fakultas Pertanian. (Unpublished)
[img] Microsoft Word (APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI DEKOMPOSER DAN KERJASAMANYA DENGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS HASIL TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)) - Supplemental Material
Available under License Creative Commons Public Domain Dedication.
Download (197Kb)

Abstract

Penelitian tentang Aplikasi Pupuk organik hasil dekomposisi beberapa bahan organik dengan dekomposernya dan kerjasamanya dengan CMA terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kentang telah dilakukan di Kebun Percobaan BPTP Sukarami Solok Sumatera Barat dari bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada berbagai dosis dengan dan tanpa CMA terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kentang. Percobaan ini dirancang dengan Rancangan Split-split Plot, dengan Petak Utama adalah: pemberian CMA (tanpa dan diberi CMA), Anak Petak adalah: jenis pupuk organik terbaik (TKTH, JPTH, TTTH), dan anak-anak petak adalah: dosis pupuk organik (0, 10, dan 15 t/ha). Hasil percobaan memperlihatkan bahwa terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap variabel tinggi tanaman, ILD, LAB dan LTT. Terdapat interaksi yang nyata antara pemberian FMA dengan dosis pupuk organik dan antara perlakuan FMA dengan pupuk organik terhadap variabel jumlah umbi pertanaman dan bobot segar umbi per tanaman. Hasil umbi terbaik diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan 20 t/ha pupuk organik TTTH, yaitu sebesar 165.72 g/tanaman (9.38 t/ha), sedangkan untuk perlakuan pemberian FMA diperoleh hasi tertinggi sebesar 164.45 g/tanaman (9.30 t/ha). Kandungan gizi umbi kentang juga dipengaruhi oleh perlakuan pemberian pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan tanpa FMA seperti kadar karbohidrat, gula, protein, lemak dan asam askorbat (vitamin C). Kandungan karbohidrat cenderung meningkat seiring dengan peningkatan dosis pupuk organik, sedangkan kandungan gula memperlihatkan bahwa tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik dan perlakuan + FMA dengan 0 t/ha mempunyai kandungan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk organik 10 dan 20 t/ha. Kandungan lemak cenderung menurun sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik. Untuk kandungan protein menunjukkan bahwa tanpa FMA dan tanpa pupuk organik memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan diberi FMA dengan berbagai dosis pupuk organik. Sementara kandungan vitamin C memiliki kecenderungan lebih tinggi sejalan dengan penambahan dosis pupuk organik
Item Type: Monograph (Working Paper)
Subjects: S Agriculture > S Agriculture (General)
Unit atau Lembaga: Fakultas Pertanian > Agronomy
Depositing User: S.Si Fitria Ramona
Date Deposited: 24 May 2010 22:09
Last Modified: 24 May 2010 22:09
URI: http://repository.unand.ac.id/id/eprint/776
PUPUK ANORGANIK

Pupuk Anorganik Untuk Tanaman Jagung

Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia anorganik berkadar hara tinggi. Misalnya urea berkadar N 45-46% (setiap 100 kg urea terdapat 45-46 kg hara nitrogen) (Lingga dan Marsono, 2000).

Pupuk anorganik atau pupuk buatan dapat dibedakan menjadi pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu unsur hara misalnya pupuk N, pupuk P, pupuk K dan sebagainya. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan sebagainya (Hardjowigeno, 2004).

Ada beberapa keuntungan dari pupuk anorganik, yaitu (1) Pemberiannya dapat terukur dengan tepat, (2) Kebutuhan tanaman akan hara dpat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat, (3) Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup, dan (4) Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk organik. Pupuk anorganik mempunyai kelemahan, yaitu selain hanya mempunyai unsur makro, pupuk anorganik ini sangat sedikit ataupun hampir tidak mengandung unsur hara mikro (Lingga dan Marsono, 2000).

Nitrogen (N)

Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2) di atmosfer, yang takarannya mencapai 78% volume, dan sumber lainnya senyawa-senyawa yang tersimpan dalam tubuh jasad. Nitrogen sangat jarang ditemui karena sifatnya yang mudah larut dalam air (Poerwowidodo, 1992).

Nitrogen diserap oleh tanaman sebagai NO3- dan NH4+ kemudian dimasukkan ke dalam semua gas amino dan Protein (Indrana, 1994). Ada juga bentuk pokok nitrogen dalam tanah mineral, yaitu nitrogen organik, bergabung dengan humus tanah ; nitrogen amonium dapat diikat oleh mineral lempung tertentu, dan amonium anorganik dapat larut dan senyawa nitrat (Buckman dan Brady, 1992).

Nitrogen yang tersedia tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus mengalami berbagai proses terlebih dahulu. Pada tanah yang immobilitasnya rendah nitrogen yang ditambahkan akan bereaksi dengan pH tanah yang mempengaruhi proses nitrogen. Begitu pula dengan proses denitrifikasi yang pada proses ini ketersediaan nitrogen tergantung dari mikroba tanah yang pada umumnya lebih menyukai senyawa dalam bentuk ion amonium daripada ion nitrat (Jumin, 1992).

Peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman jagung adalah merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun. Selain itu, nitrogen pun berperan penting dalam pembentukan zat hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis (Lingga dan Marsono, 2000).

Kekahatan atau defisiensi nitrogen menyebabkan proses pembelahan sel terhambat dan akibatnya menyusutkan pertumbuhan. Selain itu, kekahatan senyawa protein menyebabkan kenaikan nisbah C/N, dan kelebihan karbohidrat ini akan meningkatkan kandungan selulosa dan lignin. Ini menyebabkan tanaman jagung yang kahat akan nitrogen tampak kecil, kering, tidak sekulen, dan sudut daun terhadap batang sangat runcing (Poerwowidodo, 1992).

Salah satu bentuk pupuk N yang banyak digunakan adalah urea (CO(NH2)2). Urea dibuat dari gas amoniak dan gas asam arang. Persenyawaan kedua zat ini malahirkan pupuk urea dengan kandungan N sebanyak 46% (Lingga dan Marsono, 2002).

Urea termasuk pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air). Pada kelembaban 73%, pupuk ini sudah mampu menarik uap air dan udara. Oleh karena itu urea mudah larut dan mudah diserap oleh tanaman (Lingga dan Marsono, 2002).

Urea dapat membuat tanaman hangus, terutama yang memiliki daun yang amat peka. Untuk itu, semprotkan urea dengan bentuk tetesan yang besar. Berdasarkan bentuk fisiknya maka urea dibagi menjadi dua jenis, yaitu urea prill dan urea non prill (Lingga dan Marsono, 2002).

Phosphor (P)

Paling sedikit ada empat sumber pokok fosfor untuk memenuhi kebutuhan akan unsur ini, yaitu pupuk buatan, pupuk kandang, sisa-sisa tanaman termasuk pupuk hijau, dan senyawa asli unsur ini yang organik dan anorganik, yang terdapat dalam tanah (Buckman dan Brady, 1992).

Unsur P diserap tanaman dalam bentuk ortofosfat primer, H2PO4. menyusul kemudian dalam HPO42-. Species ion yang merajai tergantung dari PH sistem tanah-pupuk-tanaman, yang mempunyai ketersediaan tinggi pada pH 5,5-7. kepekatan H2PO4 yang tinggi dalam larutan tanah memungkinkan tanaman mengangkutnya dalam takaran besar karena perakaran tanaman diperkirakan mempunyai 10 kali penyerapan tanaman untuk H2PO4 dibanding untuk HPO42- (Poerwowidodo, 1992).

Bentuk P yang lain yang dapat diserap tanaman adalah pirofosfat dan metafosfat. Kedua bentuk ini misalnya terdapat dalam bentuk pupuk P dan K metafosfat. Tanaman juga menyerap P dalam bentuk fosfat organik, yaitu asam nukleat dan phytin. Kedua bentuk senyawa ini terbentuk melalui proses degradasi dan dekomposisi bahan organik yang langsung dapat diserap oleh tanaman (Hakim, dkk.,1986).

Ketersediaan phospor di dalam tanah ditentukan oleh banyak faktor, tetapi yang paling penting adalah pH tanah. Pada tanah ber-pH rendah (masam), phospor akan bereaksi dengan ion besi (Fe) dan aluminium (Al). reaksi ini akan membentuk besi fosfat atau aluminium fosfat yang sukar larut di dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman. Pada tanah ber-pH tinggi (basa), phospor akan bereaksi dengan ion kalsium. Reaksi ini membentuk kalsium fosfat yang sifatnya sukar larut dan tidak dapat digunakan oleh tanaman. Dengan demikian, tanpa memperhatikan pH tanah, pemupukan phospor tidak akan berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman (Novizan, 2002).

Menurut Buckman dan Brady (1992), bahwa fosfor dapat berpengaruh menguntungkan pada pembelahan sel dan pembentukan lemak serta albumin, pembungaan dan pembuahan, termasuk proses pembentukan biji, perkembangan akar, khususnya akar lateral dan akar halus berserabut, kekuatan batang, dan kekebalan tanaman terhadap penyakit tertentu.

Gejala kekurangan P pada tanaman jagung dapat menjadikan pertumbuhan terhambat (kerdil), daun-daun/malai menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun, dan juga pada jagung akan menyebabkan tongkol jagung menjadi tidak sempurna dan kecil-kecil (Hardjowigeno, 1993)

Kalium (K)

Menurut Buckman dan Brady (1992), berbagai bentuk kalium dalam tanah digolongkan atas dasar ketersediaannya menjadi 3 golongan besar yaitu bentuk relatif tidak tersedia, mudah tersedia, dan lambat tersedia. Senyawa yang mengandung sebagian besar bentuk kalium ini adalah feldspat dan mika, lebih lanjut dijelaskan oleh Mulyani (1999), bahwa sumber-sumber kalium adalah beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, air irigasi serta larutan dalam tanah, dan pupuk buatan.

Unsur ini diserap tanaman dalam bentuk ion K+ dan dapat dijumpai di dalam tanah dalam jumlah yang bervariasi, namun jumlahnya dalam keadaan tersedia bagi tanaman biasanya kecil. Kalium ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk garam-garam mudah larut seperti KC1, K2SO4, KNO3, dan K-Mg-SO4. Mekanisme penyerapan K mencakup aliran massa, konveksi, difusi, dan serapan langsung dari permukaan zarah tanah (Poerwowidodo, 1992).

Di dalam tanah, ion K bersifat sangat dinamis dan juga mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan pH yang rendah. Sekitar 1-10% terjebak dalam koloid tanah karena kaliumnya bermuatan positif. Bagi tanaman, ketersediaan kalium pada posisi ini agak lambat. Kandungan kalium sangat tergantung dari jenis mineral pembentuk tanah dan kondisi cuaca setempat. Persediaan kalium di dalam tanah dapat berkurang oleh tiga hal, yaitu pengambilan kalium oleh tanaman, pencucian kalium oleh air, dan erosi tanah (Novizan, 2002).

Menurut Hakim, dkk (1986), bahwa peranan kalium secara fisiologis adalah metabolisme karbohidrat, yakni pembentukan pemecahan, dan translokasi pati, metabolisme nitrogen dan sintesis protein, mengawasi dan mengatur kegiatan berbagai unsur mineral, netralisasi asam-asam organik penting secara fisiologis, mengaktifkan berbagai enzim, mempercepat proses pertumbuhan jaringan meristematik, mengatur pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air.

Defisiensi kalium agak sulit diketahui gejalanya, karena gejala ini jarang ditampakkan ketika tanaman masih muda (Mulyani, 1999). Pada tanaman jagung, gejalanya daun terlihakaput lebih tua, muncul warna kuning pada pinggir dan di ujung daun yang akhirnya mengering dan rontok. Daun mengerut (Keriting) dimulai dari daun tua. Pada buah, ukuran tongkol menjadi lebih kecil, warna buah tidak merata dan biji buah menjadi kisut (Novizan, 2002)
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia.[1] Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.[2] Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya.[2] Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (sampah).[2]
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Sejarah
* 2 Jenis
o 2.1 Pupuk kandang
o 2.2 Pupuk hijau
o 2.3 Kompos
o 2.4 Humus
o 2.5 Pupuk organik buatan
* 3 Manfaat
* 4 Pelestarian lingkungan
* 5 Referensi
* 6 Lihat Pula
* 7 Pranala Luar

[sunting] Sejarah

Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian.[3] Penggunaan pupuk diperkirakan sudah dimulai sejak permulaan manusia mengenal bercocok tanam, yaitu sekitar 5.000 tahun yang lalu.[3] Bentuk primitif dari penggunaan pupuk dalam memperbaiki kesuburan tanah dimulai dari kebudayaan tua manusia di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, Cina, dan Amerika Latin.[3] Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi setiap tahun.[3] Di Indonesia, pupuk organik sudah lama dikenal para petani.[3] Penduduk Indonesia sudah mengenal pupuk organik sebelum diterapkannya revolusi hijau di Indonesia.[3] Setelah revolusi hijau, kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah, dan mudah diperoleh.[3] Kebanyakan petani sudah sangat tergantung pada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian.[3] Tumbuhnya kesadaran para petani akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik.[3]
[sunting] Jenis
[sunting] Pupuk kandang
Pupuk kandang

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi, domba, dan ayam.[4]. Selain berbentuk padat, pupuk kandang juga bisa berupa cair yang berasal dari air kencing (urine) hewan.[4] Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan mikro.[4] Pupuk kandang padat (makro) banyak mengandung unsur fosfor, nitrogen, dan kalium.[4] Unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang di antaranya kalsium, magnesium, belerang, natrium, besi, tembaga, dan molibdenum.[4] Kandungan nitrogen dalam urine hewan ternak tiga kali lebih besar dibandingkan dengan kandungan nitrogen dalam kotoran padat.[4] Pupuk kandang terdiri dari dua bagian, yaitu:[4]

1. Pupuk dingin adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan secara perlahan oleh mikroorganime sehingga tidak menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi.[4]
2. Pupuk panas adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan mikroorganisme secara cepat sehingga menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran kambing, kuda, dan ayam.[4] Pupuk kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan - bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik.[4] Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bia optomal.[4] Pupuk kandang yang telah siap diaplikasikan memiliki ciri dingin, remah, wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah berkurang.[4] Jika belum memiliki ciri-ciri tersebut, pupuk kandang belum siap digunakan.[4] Penggunaan pupuk yang belum matang akan menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan bisa mematikan tanaman.[4] Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah dengan cara dibenamkan, sehingga penguapan unsur hara akibat prose kimia dalam tanah dapat dikurangi.[4] Penggunaan pupuk kandang yang berbentuk cair paling bauk dilakukan setelah tanaman tumbuh, sehingga unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang cair ini akan cepat diserap oleh tanaman.[4]

[sunting] Pupuk hijau

Pupuk hijau adalah pupuk organik yang berasal dari tanaman atau berupa sisa panen. Bahan tanaman ini dapat dibenamkan pada waktu masih hijau atau setelah dikomposkan.[4] Sumber pupuk hijau dapat berupa sisa-sisa tanaman (sisa panen) atau tanaman yang ditanam secara khusus sebagai penghasil pupuk hijau, seperti sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air (Azolla).[4] Jenis tanaman yang dijadikan sumber pupuk hijau diutamakan dari jenis legume, karena tanaman ini mengandung hara yang relatif tinggi, terutama nitrogen dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya.[4] Tanaman legume juga relatif mudah terdekomposisi sehingga penyediaan haranya menjadi lebih cepat.[4] Pupuk hijau bermanfaat untuk meningkatkan kandungan bahan organik dan unsur hara di dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, yang selanjutnya berdampak pada peningkatan produktivitas tanah dan ketahanan tanah terhadap erosi.[4] Pupuk hijau digunakan dalam:[4]

1. Penggunaan tanaman pagar, yaitu dengan mengembangkan sistem pertanaman lorong, dimana tanaman pupuk hijau ditanam sebagai tanaman pagar berseling dengan tanaman utama.[4]
2. Penggunaan tanaman penutup tanah, yaitu dengan mengembangkan tanaman yang ditanam sendiri, pada saat tanah tidak ditanami tanaman utama atau tanaman yang ditanam bersamaan dengan tanaman pokok bila tanaman pokok berupa tanaman tahunan.[4]

[sunting] Kompos
Kompos

Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi.[5] Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut kelapa.[5] Bahan dari ternak yang sering digunakan untuk kompos di antaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas.[5] Tanaman air yang sering digunakan untuk kompos di antaranya ganggang biru, gulma air, eceng gondok, dan azola.[5] Beberapa kegunaan kompos adalah:[5]

1. Memperbaiki struktur tanah.[5]
2. Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir.[5]
3. Meningkatkan daya tahan dan daya serap air.[5]
4. Memperbaiki drainase dan pori - pori dalam tanah.[5]
5. Menambah dan mengaktifkan unsur hara.[5]

Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman.[5] Kompos yang layak digunakan adalah yang sudah matang, ditandai dengan menurunnya temperatur kompos (di bawah 400 c).[5]
[sunting] Humus
Humus

Humus adalah material organik yang berasal dari degradasi ataupun pelapukan daun-daunan dan ranting-ranting tanaman yang membusuk (mengalami dekomposisi) yang akhirnya merubah humus menjadi (bunga tanah), dan kemudian menjadi tanah.[6] Bahan baku untuk humus adalah dari daun ataupun ranting pohon yang berjatuhan, limbah pertanian dan peternakan, industri makanan, agro industri, kulit kayu, serbuk gergaji (abu kayu), kepingan kayu, endapan kotoran, sampah rumah tangga, dan limbah-limbah padat perkotaan.[6] Humus merupakan sumber makanan bagi tanaman, serta berperan baik bagi pembentukan dan menjaga struktur tanah.[6] Senyawa humus juga berperan dalam pengikatan bahan kimia toksik dalam tanah dan air.[6] Selain itu, humus dapat meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam menahan pupuk anorganik larut-air, mencegah penggerusan tanah, menaikan aerasi tanah, dan juga dapat menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik toksik.[6] Kandungan utama dari kompos adalah humus.[6] Humus merupakan penentu akhir dari kualitas kesuburan tanah, jadi penggunaan humus sama halnya dengan penggunaan kompos.[6]
[sunting] Pupuk organik buatan

Pupuk organik buatan adalah pupuk organik yang diproduksi di pabrik dengan menggunakan peralatan yang modern.[7] Beberapa manfaat pupuk organik buatan, yaitu:[7]

1. Meningkatkan kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.[7]
2. Meningkatkan produktivitas tanaman.[7]
3. Merangsang pertumbuhan akar, batang, dan daun.[7]
4. Menggemburkan dan menyuburkan tanah.[7]

Pada umumnya, pupuk organik buatan digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman, sehingga terjadi peningkatan kandungan unsur hara secara efektif dan efisien bagi tanaman yang diberi pupuk organik tersebut.[7]
[sunting] Manfaat

Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah, yaitu 2%.[8] Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik sekitar 2,5%.[8] Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.[8] Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.[8] Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi.[8] Selain itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan.[8] Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus.[8] Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.[8] Penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba.[8] Bahan dasar pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman sedikit mengandung bahan berbahaya.[8] Penggunaan pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota sebagai bahan dasar kompos berbahaya karena banyak mengandung logam berat dan asam-asam organik yang dapat mencemari lingkungan.[8] Selama proses pengomposan, beberapa bahan berbahaya ini akan terkonsentrasi dalam produk akhir pupuk.[8] Untuk itu diperlukan seleksi bahan dasar kompos yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3).[8] Pupuk organik dapat berperan sebagai pengikat butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan pupuk.[8] Keadaan ini mempengaruhi penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah.[8] Bahan organik dengan karbon dan nitrogen yang banyak, seperti jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos.[8] Pupuk organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti:[8]

1. Penyediaan hara makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur) dan mikro seperti zink, tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi, meskipun jumlahnya relatif sedikit.[8]
2. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah.[8]
3. Membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti aluminium, besi, dan mangan.[8]

[sunting] Pelestarian lingkungan
Tanaman penutup tanah (cover crop) dapat digunakan sebagai pupuk organik.

Penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan pangan.[9] Oleh karena itu sistem pengelolaan hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik perlu digalakkan.[9] Sistem pertanian yang disebut sebagai LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) menggunakan kombinasi pupuk organik dan anorganik yang berlandaskan konsep good agricultural practices perlu dilakukan agar degredasi lahan dapat dikurangi dalam rangka memelihara kelestarian lingkungan.[9] Pemanfaatan pupuk organik dan pupuk anorganik untuk meningkatkan produktivitas lahan dan produksi pertanian perlu dipromosikan dan digalakkan.[9] Program-program pengembangan pertanian yang mengintegrasikan ternak dan tanaman (crop-livestock) serta penggunaan tanaman legum baik berupa tanaman lorong (alley cropping) maupun tanaman penutup tanah (cover crop) sebagai pupuk hijau maupun kompos perlu diintensifkan.[9]
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Koperasi merupakan lembaga dimana orang-orang yang memiliki
kepentingan relatif homogen berhimpun untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Konsepsi demikian mendudukkan koperasi sebagai badan usaha yang cukup
strategis bagi anggotanya dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomis yang pada
gilirannya berdampak kepada masyarakat secara luas. Di sektor pertanian
misalnya, peranserta koperasi di masa lalu cukup efektif untuk mendorong
peningkatan produksi khususnya di subsektor pangan. Selama era tahun 1980-an,
koperasi terutama KUD mampu memposisikan diri sebagai lembaga yang
diperhitungkan dalam program pengadaan pangan nasional. Ditinjau dari sisi
produksi pangan khususnya beras, peran signifikannya dapat diamati dalam hal
penyaluran prasarana dan sarana produksi mulai dari pupuk, bibit, obat-obatan,
RMU sampai dengan pemasaran gabah atau beras. Meskipun demikian dari sisi
konsumsi, ketersediaan bahan pangan bagi konsumen seringkali menjadi bahan
perbincangan sebab jaminan kualitas dan kuantitas tidak selalu terpenuhi.
Sementara itu, di dalam negeri telah terjadi berbagai perubahan seiring
dengan berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan kondisi
tersebut membawa konsekuensi serius dalam hal pengadaan bahan pangan.
Secara konseptual liberalisasi ekonomi dengan menyerahkan kendali roda
perekonomian kepada mekanisme pasar ternyata dalam prakteknya belum tentu
secara otomatis berpihak kepada komunitas ekonomi lemah atau kecil. Kondisi
yang relatif identik berlangsung di sektor pangan dan diperkirakan karena belum
tertatanya sistem produksi dan distribusi dalam mengantisipasi perubahan yang
sudah terjadi. Semula peran Bulog sangat dominan dalam pengadaan pangan dan
penyangga harga dasar, tetapi sekarang setelah tiadanya paket skim kredit
pengadaan pangan melalui koperasi dan dihapuskannya skim kredit pupuk
bersubsidi maka pengadaan pangan hampir sepenuhnya diserahkan kepada
mekanisme pasar. Sebagai dampaknya, peran koperasi dalam pembangunan
pertanian dan ketahanan pangan semakin tidak berarti lagi. Bahkan sulit dibantah
apabila terdapat pengamat yang menyatakan bahwa pemerintah tidak lagi
2
memiliki konsep dan program pembangunan koperasi yang secara jelas
memposisikan koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Sebelum masa krisis (tahun 1997) terdapat sebanyak 8.427 koperasi yang
menangani ketersediaan pangan, sedangkan pada masa krisis (tahun 2000)
terjadi penurunan menjadi 7.150 koperasi (Kementerian Koperasi dan UKM,
2003). Fakta ini mengungkap berkurangnya jumlah dan peran koperasi dalam
bidang pangan, meskipun begitu beberapa koperasi telah melakukan inovasi
model-model pelayanan dalam bidang pangan seperti bank padi, lumbung
pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Fakta lain menunjukkan bahwa
selama tiga tahun terakhir (tahun 2001–2003), terdapat kesenjangan antara
produksi padi dan jagung dengan kebutuhan konsumsi yang harus ditanggulangi
dengan impor. Akibatnya, ketahanan pangan di dalam negeri dewasa ini
menghadapi ancaman keterpurukan yang cukup serius. Ketahanan pangan
adalah kondisi terpenuhinya dan tersedianya pangan yang cukup baik jumlah
maupun mutunya dan terjangkau oleh rumahtangga. Konsep ketahanan pangan
lebih ditekankan pada konteks penawaran (supply side) yang tidak terpisahkan
dari proses distribusi dan pemasaran hingga ke pintu konsumen.
Bertitik tolak dari kondisi empirik tersebut, terdapat pemikiran untuk
meninjau kembali peran koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional,
khususnya di sektor perberasan. Oleh karena itu, Kementerian Negara Koperasi,
Usaha Kecil dan Menengah (Kementerian KUKM) menganggap penting
dilakukannya suatu kajian strategis mengenai peran koperasi dalam menunjang
ketahanan pangan nasional.
1.2. Dimensi Permasalahan
Perubahan kebijakan pemerintah dalam distribusi pupuk dan pengadaan
beras memberikan dampak serius bagi ketahanan pangan nasional. Kepmen
Perindag Nomor : 378/MPP/KEP/8/1998 memberikan kewenangan penuh kepada
koperasi/ KUD menyalurkan pupuk kepada petani. Dampak kebijakan ini adalah
petani mudah memperoleh pupuk, tepat waktu, dan harga terjangkau (memenuhi
Prinsip 6 Tepat). Kini kebijakan tersebut telah berubah menjadi Kepmen Perindag
Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004 yang membebaskan penyaluran pupuk dilakukan
baik oleh swasta maupun koperasi/KUD. Dampak perubahan kebijakan ini adalah
3
terjadinya kelangkaan persediaan pupuk bagi petani, harga pupuk lebih tinggi
di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), kecenderungan monopoli penyaluran pupuk
oleh swasta, yang dengan sendirinya peran koperasi/KUD dalam penyaluran
pupuk menurun. Penurunan peran koperasi terlihat dari hanya 40 % atau 930 unit
dari 2.335 KUD (saat koperasi/KUD memiliki kewenangan penuh) terlibat dalam
tataniaga pupuk. Dalam kenyataannya jumlah inipun sulit teridentifikasi.
Dalam hal penanganan ketersediaan pangan, penurunan jumlah koperasi
dari 8.427 koperasi sebelum krisis (tahun 1997) menjadi 7.150 koperasi setelah
krisis (tahun 2000) juga merupakan indikasi penurunan peran koperasi dalam
menunjang ketahanan pangan (Kementrian Koperasi dan UKM, 2003). Padahal
koperasi selama ini telah memiliki sejumlah fasilitas penunjang (gudang, lantai
jemur, RMU, dan lain-lain) yang mendukung pengadaan produksi gabah/beras,
dan koperasi mewadahi sejumlah besar petani padi. Akumulasi kelangkaan dan
kenaikan harga pupuk dengan penurunan peran koperasi berdampak serius bagi
peningkatan produksi gabah/beras petani, dan mengindikasikan bahwa
kemampuan ketahanan pangan dari sisi penawaran (supply side) melemah.
Kekurangan produksi gabah/beras di dalam negeri selanjutnya akan dijadikan
alasan untuk membuka impor beras meskipun kita tahu bahwa hal ini mengancam
dan merugikan para petani.
Dalam hal pengadaan gabah/beras dan penyalurannya kepada konsumen,
kini tidak ada lagi skim kredit bagi koperasi untuk pembiayaan usaha pembelian
dan pemasaran pangan. Juga sesuai Inpres Nomor 9 tahun 2001 dan Inpres
Nomor 9 tahun 2002 tentang kebijakan perberasan, maka koperasi tidak berfungsi
lagi sebagai pelaksana tunggal pembelian gabah, tidak ada lagi kebijakan harga
dasar di tingkat petani, dan harga dasar pembelian gabah/beras petani hanya
ditetapkan oleh Bulog. Disini terdapat dua konsekuensi penting yaitu petani harus
memasuki mekanisme pasar, dan mereka harus menjamin kualitas gabah/beras
yang ditetapkan Perum Bulog. Petani diduga memiliki bargaining position yang
lemah dan karena itu akan sangat merugikan mereka dalam hal stabilitas
produksinya, tingkat pendapatannya, dan harga yang wajar diterima terutama
pada waktu panen raya.
Dalam kondisi mekanisme pasar yang belum menjamin posisi petani, dan
bahkan belum tentu juga menjamin ketersediaan pangan nasional, koperasi hadir
4
mengangkat posisi petani dan dapat menjamin ketersediaan pangan nasional.
Koperasi yang selama ini sudah eksis sebenarnya memiliki peran mendasar
dalam penguatan ekonomi petani yakni melalui penjaminan ketersediaan pupuk
dan harga terjangkau bagi petani, penanganan dan pengolahan gabah petani
di saat surplus maupun defisit produksi, penjaminan nilai tukar dan income petani,
membuka berbagai akses teknologi, informasi, pasar, dan bisnis kepada petani.
Dalam tujuan ketahanan pangan, koperasi telah mengembangkan beberapa
model pengamanan persediaan pangan diantaranya model bank padi, lumbung
pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Model-model ini berperan menjamin
persediaan gabah/beras baik di daerah sentra produksi maupun daerah defisit
pangan dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor beras yang
sebenarnya secara substansial mengancam ketahanan nasional. Karena itu
bagaimana memerankan koperasi sebagai lembaga ekonomi petani dan
penguatan agribisnis di dalam perekonomian pasar sangatlah diperlukan.
Berdasarkan masalah di atas perlu dianalisis sejauh mana efektifitas
perubahan kebijakan pemerintah dimaksud (distribusi pupuk dan pengadaan
beras) yakni menyalurkan pupuk kepada petani guna meningkatkan produksi
gabah dan pengadaan gabah/beras untuk pencapaian ketahanan pangan bagi
masyarakat. Juga perlu dikaji pengembangan model bank padi, lumbung pangan,
dan sentra-sentra pengolahan padi guna memperkuat ketahanan pangan
nasional.
1.3. Tujuan Kajian
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peran koperasi dalam
menunjang ketahanan pangan berdasarkan perubahan kebijakan
pemerintah terhadap distribusi pupuk dan beras.
2. Menganalisis efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras
sesuai perubahan kebijakan pemerintah dimaksud.
3. Menganalisis dampak perubahan kebijakan tersebut terhadap penyediaan
gabah/beras di dalam negeri dan daya dukung koperasi dalam menunjang
ketahanan pangan.
4. Merumuskan model alternatif yang dapat diimplementasikan oleh koperasi
guna mendukung ketahanan pangan nasional.
5
1.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian ini meliputi beberapa aspek antara lain :
1. Keragaan distribusi pupuk dari produsen hingga ke konsumen sesuai
perubahan kebijakan yang ada.
2. Pelayanan koperasi terhadap kegiatan produksi (gabah) petani dan
pengadaan gabah/beras oleh koperasi.
3. Pengembangan model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra
pengolahan padi untuk mendukung ketahanan pangan.
4. Kinerja kelembagaan koperasi dalam ketahanan pangan nasional.
5. Pola koperasi/KUD dalam distribusi pangan yang dirintis di beberapa
daerah.
6. Kebijakan daerah dan kebijakan nasional untuk ketahanan pangan.

Kamis, 06 Januari 2011

Teori Pembangunan Dunia Ketiga adalah teori-teori pembangunan yang berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin atau negara yang sedang berkembang dalam dunia yang didominasi oleh kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan dan kekuatan militer negara-negara adikuasa atau negara industri maju.
Persoalan-persoalan yang dimaksud yakni bagaimana mempertahankan hidup atau meletakkan dasar-dasar ekonominya agar dapat bersaing di pasar internasional.
Untuk mengukur pembangunan atau pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari:
1.Kekayaan rata-rata yakni produktifitas masyarakat atau produktifitas negara tersebut melalui produk nasional bruto dan produk domestic bruto.
2.Pemerataan: tidak saja kekayaan atau produktifitas bangsa yang dilihat, tetapi juga pemerataan kekayaan dimana tidak terjadi ketimpangan yang besar antara pendapatan golongan termiskin, menengah dan golongan terkaya. Bangsa yang berhasil dalam pembangunan adalah bangsa yang tinggi produktifitasnya serta penduduknya relatif makmur dan sejahtera secara merata.
3.Kualitas kehidupan dengan tolok ukur PQLI (Physical Quality of Life Index) yakni: rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta dan melek huruf.
4.Kerusakan lingkungan.
5.Kejadian sosial dan kesinambungan.
Teori Modernisasi: Pembangunan sebagai masalah internal.
Teori ini menjelaskan bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor internal atau faktor-faktor yang terdapat di dalam negara yang bersangkutan.
Ada banyak variasi dan teori yang tergabung dalam kelompok teori ini antara lain adalah:
1.Teori yang menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah penyediaan modal dan investasi. Teori ini biasanya dikembangkan oleh para ekonom. Pelopor teori antara lain Roy Harrod dan Evsay Domar yang secara terpisah berkarya namun menghasilkan kesimpulan sama yakni: pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi.
2.Teori yang menekankan aspek psikologi individu. Tokohnya adalah McClelaw dengan konsepnya The Need For Achievment dengan symbol n. ach, yakni kebutuhan atau dorongan berprestasi, dimana mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n.ach yang tinggi. Cara pembentukanya melalui pendidikan individu ketika seseorang masih kanak-kanak di lingkungan keluarga.
3.Teori yang menekankan nilai-nilai budaya mempersoalkan masalah manusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-nilai agama. Satu masalah pembangunan bagi Max Weber (tokoh teori ini) adalah tentang peranan agaman sebagai faktor penyebab munculnya kapitalisme di Eropa barat dan Amerika Serikat. Bagi Weber penyebab utama dari semua itu adalah etika protestan yang dikembangkan oleh Calvin.
4.Teori yang menekankan adanya lembaga-lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan sebelum lepas landas dimulai. Bagi W.W Rostow, pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus dari masyarakat terbelakang ke masyarakat niaga. Tahap-tahapanya adalah sbb:
a.Masarakat tradisional=belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.
b.Pra-kondisi untuk lepas landas= masyarakat tradisional terus bergerak walaupun sangat lambat dan pada suatu titik akan mencapai posisi pra-kondisi untuk lepas landas.
c.Lepas landas : ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.
d.Jaman konsumsi massal yang tinggi. Pada titik ini pembangunan merupakan proses berkesinambungan yang bisa menopang kemajuan secara terus-menerus.
5.Teori yang menekankan lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan. Tokohnya Bert E Hoselitz yang membahas faktor-faktor non-ekonomi yang ditinggalkan oleh W.W Rostow. Hoselitz menekankan lembaga-lembaga kongkrit. Baginya, lembaga-lembaga politik dan sosial ini diperlukan untuk menghimpun modal yang besar, serta memasok tenaga teknis, tenaga swasta dan tenaga teknologi.
6.Teori ini menekankan lingkungan material. Dalam hal ini lingkungan pekerjaan sebagai salah satu cara terbaik untuk membentuk manusia modern yang bisa membangun. Tokohnya adalah Alex Inkeler dan David H. Smith.
Teori ketergantungan.
Teori ini pada mulanya adalah teori struktural yang menelaah jawaban yang diberikan oleh teori modernisasi.
Teori struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara dunia ketiga yang mengkhusukan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang eksploitatif dimana yang kuat mengeksploitasi yang lemah.
Teori ini berpangkal pada filsafat materialisme yang dikembangkan Karl Marx. Salah satu kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini adalah teori ketergantungan yang lahir dari 2 induk, yakni seorang ahli pemikiran liberal Raul Prebiesch dan teori-teori Marx tentang imperialisme dan kolonialisme serta seorang pemikir marxis yang merevisi pandangan marxis tentang cara produksi Asia yaitu, Paul Baran.
1.Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara terbelakang harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri substitusi impor.
2.Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk menjawab pertanyaan tentang alasan apa bangsa-bangsa Eropa melakukan ekspansi dan menguasai negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada tiga teori:
a.Teori God:adanya misi menyebarkan agama.
b.Teori Glory:kehausan akan kekuasaan dan kebesaran.
c.Teori Gospel:motivasi demi keuntungan ekonomi.
3.Paul Baran: sentuhan yang mematikan dan kretinisme. Baginya perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran, system kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme yang membuat orang tetap kerdil.
Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai kelanjutan dari tokoh-tokoh di atas, yakni:
1.Andre Guner Frank : pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank keterbelakangan hanya dapat diatasi dengan revolusi, yakni revolusi yang melahirkan sistem sosialis.
2.Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk ketergantungan, yakni :
a.Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat bersifat eksploitatif.
b.Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.
c.Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri dilakukan melalui monopoli teknologi industri.
Ada 6 inti pembahasan teori ketergantungan:
1.Pendekatan keseluruhan melalui pendekatan kasus.
Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini.
2.Pakar eksternal melawan internal.
Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.
3.Analisis ekonomi melawan analisi sosiopolitik
Raul Plebiech memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi. AG FraAk seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara pinggiran.
4.Kontradiksi sektoral/regional melawan kontradiksi kelas.
Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso.
5.Keterbelakangan melawan pembangunan.
Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.
6.Voluntarisme melawan determinisme
Penganut marxis klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristik. [C 2002)
Data teori rostofarian
Adalah Walt Whitman Rostow, orang yang memperkenalkan teori pertumbuhan ekonomi tahapan linear. Tahapan pertumbuhan ini dikenal sebagai model pembangunan lepas landas Rostow (rostovian take-off model). Mengacu pada teori ini, perubahan dari kondisi terbelakang (underdeveloped) menjadi maju (developed) dapat dicapai oleh semua negara dengan melalui lima tahapan Sebelum suatu negara berkembang menjadi negara maju, harus dilalui suatu tahap yang disebut tahap tinggal landas (take off). Teori ini menyarankan agar negara-negara sedang berkembang (developing country) tinggal mengikuti saja seperangkat aturan pembangunan tertentu untuk tinggal landas, sehingga pada gilirannya akan berkembang menjadi negara maju (julissarwritting.blogspot.com).
Kelima tahapan tersebut yaitu masyarakat tradisional, pra-kondisi untuk lepas landas, lepas landas, menuju kedewasaan, dan zaman konsumsi massa tinggi. Kelima tahap pertumbuhan tersebut berlangsung secara linear. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pembangunan yaitu investasi, konsumsi dan tren sosial dalam tingkatan masing-masing.
Tahapan Masyarakat Tradisional
Adalah masyarakat yang memiliki struktur yang berkembang terbatas pada fungsi-fungsi produksi. Berbasis pada pengetahuan dan teknologi pre-newtonian yang percaya bahwa dunia eksternal hanya tunduk pada hukum yang dapat dipelajari. Bahwa produktivitas manusia tergantung pada tersedianya barang-barang produksi bukan pada kemampuan akal atau kecerdikan manusia.
Meskipun konsepsi tentang masyarakat tradisional selalu berubah, namun ada beberapa fakta sentral tentang masyarakat tradisional. Pertama, tingkat kemampuan output per individu terbatas. Keterbatasan itu disebabkan oleh tidak tersedianya teknologi modern untuk mengolah potensi yang ada. Kalaupun tersedia, teknologi modern tersebut tidak diterapkan secara tepat dan sistematis.
Kedua, kondisi masyarakat cenderung kurang stabil. Misalnya luas daerah dan volume perdagangan berfluktuasi seiring dengan tingkat pergolakan sosial politik. Berbagai kegiatan pertanian dan manufaktur berkembang tetapi tingkat produktivitasnya terbatasi oleh tidak tersedianya pengetahuan dan skill penguasaan teknologi modern.
Ketiga, memusatkan perhatian pada pengembangan sektor pertanian. Pemusatan tersebut berakar pada produktivitas mereka yang terbatas. Corak masyarakat tradisional yang agraris ini memunculkan struktur social yang bersifat hierarkis. Hubungan keluarga dan klan memaikan peranan besar dalam organisasi sosial.
Keempat, corak kepemimpinan masih bersifat feodalistik. Pusat kekuatan politik umumnya dibawah kendali para tuan tanah. Untuk mengontrol dan mengendalikan kekuasaan, mereka memiliki pegawai atau antek-antek yang patuh.
Tahapan Pra-Kondisi untuk Lepas Landas
Setelah tahapan tradisional, selanjutnya masyarakat memasuki tahap pra kondisi untuk lepas landas, atau masa transisi. Selama proses ini berlangsung masyarakat mengalami transformasi melalui berbagai cara yang diperlukan masyarakat untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tahapan prakondisi lepas landas mulanya berkembang di Eropa Barat pada awal abad 18. Ketika itu wawasan ilmu pengetahuan modern mulai digunakaan dalam fungsi-fungsi produksi baru di sektor pertanian dan industri. Didukung dengan situasi yang dinamis akibat adanya ekspansi mendatar pasaran dunia dan persaingan internasional. Namun apa yang terjadi pada masa abad pertengahan turut andil dalam pembentukan prasyarat untuk lepas landas di Eropa Barat.
Inggris, sebagai salah satu negara di Eropa Barat, adalah negara pertama yang secara penuh telah membangun prasyarat untuk lepas landas. Hal ini bisa terjadi karena Inggris memiliki beberapa kelebihan antara lain keadaan geografis yang menguntungkan, sumber daya alam, peluang perdagangan, struktur sosial dan politik yang lebih baik dibanding negara tetangganya.
Selain faktor internal, perubahan pada tahap kedua ini juga disebabkan oleh adanya pengaruh dari luar, masyarakat yang lebih maju. Bentuk invasi atau penjajahan yang dilakukan bangsa Eropa terhadap negara dunia ketiga, yang hampir semuanya masyarakat tradisional, telah memacu keruntuhan tradisionalitas itu sendiri. Invasi-invasi bangsa Eropa juga memasukkan dan menggerakkan nilai modernitas di masyarakat tradisional. Bukan saja karena modernitas menjanjikan kemajuan ekonomi, tetapi justru dengan kemajuan ekonomilah beberapa tujuan lainnya bisa dicapai.
Pada tahap ini ditandai dengan diterimanya pendidikan sekuler yang mengajarkan tentang perpindahan modal, khususnya melalui pendirian bank dan mata uang. Munculnya kalangan wirausahawan dengan motode-metode produksi yang baru (en.wikipedia.org).
Tahapan Lepas Landas
Masa lepas landas terjadi ketika pertumbuhan sektor menjadi suatu yang wajar dan masyarakat digerakkan lebih banyak oleh proses ekonomi daripada tradisi. Pada level ini norma pertumbuhan ekonomi terbangun dengan baik.
Di negara-negara kaya, terutama yang penduduk utamanya berasal dari Inggris seperti Amerika Serikat, Kanada, stimulus utama menuju lepas landas adalah teknologi. dalam kasus umum, tahap lepas landas tidak hanya menunggu terbentuknya modal eksploitasi sosial dan perkembangan teknologi di sektor industri dan pertanian, tetapi juga menunggu kemunculan kekuasaan politik dari suatu kelompok.
Selama tahap lepas landas, industri berkembang dengan pesat, banyak industri baru bermunculan. Pada gilirannya merangsang kebutuhan atas layanan jasa yang mendukung para pekerja industri. Pesatnya industri di masa ini memberikan peningkatan pendapatan para pekerja. Tabungan mereka gunakan untuk terlibat dalam kegiatan sektor modern. Dari sini muncul kelas baru pengusaha.
Setelah tahap lepas landas, suatu negara membutuhkan waktu 50 – 100 tahun untuk mencapai tahap kedewasaan.
Menuju Kedewasaan
Sekurangnya dibutuhkan waktu 40 tahun setelah lepas landas, level kedewasaan ekonomi suatu negara dapat tercapai. Fokus perekonomian kini bergeser dari industri dan teknologi menuju proses perluasan yang lebih baik dan secara teknologi seringkali lebih kompleks. Tahap kedewasaan merujuk pada kebutuhan ekonomi untuk melakukan difersifikasi. Ini adalah tahapan di mana suatu perekonomian menunjukkan kapasitas teknologi maupun manajerial untuk memproduksi bukan segalanya, melainkan apa saja yang dikehendaki untuk diproduksi.
Difersifikasi ini pada akhirnya mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan standar hidup, seperti misalnya masyarakat tidak perlu lagi mengorbankan kenyamanannya untuk menguatkan sektor tertentu.
Zaman Konsumsi Massa Tinggi
Zaman konsumsi massa tinggi merupakan periode yang kini dialami oleh banyak warga Negara Barat di mana konsumen cenderung pada barang konsumsi yang tahan lama. Pada tahap sebelumnya, terjadi dua hal penting yaitu pendapatan riil per kapita naik pada titik dimana sebagian besar masyarakat memiliki tingkat konsumsi yang melebihi kebutuhan dasar.
Sebagai kelanjutan dari tahap kedewasaan ekonomi, masyarakat tak lagi berhasrat besar melakukan ekspansi ekonomi. Masyarakat cenderung menggunakan sumber daya yang bertambah untuk kesejahteraan dan tunjangan sosial.
Setelah melewati zaman konsumsi tinggi, perilaku masyarakat bergeser pada perilaku menikmati hasil-hasil pembangunan. Rostow menggunakan dinamika Buddenbrooks sebagai metafor untuk menjelaskan perubahan sikap masyarakat. Masyarakat pasca-konsumsi layaknya cerita dalam Buddenbrooks, novel karya Thomas Mann yang bercerita tentang sebuah keluarga tiga generasi. Generasi pertama memiliki minat pada pengembangan ekonomi, generasi kedua fokus pada penguatan sektor ekonomi dalam struktur sosial. Sementara generasi ketiga lebih condong pada penggunaan uang dan kebutuhan prestise melalui dunia seni dan musik.
Teori Dinamika Produksi
Tahapan pembangunan tidak hanya deskriptif, tidak pula hanya suatu cara untuk menggeneralisir beberapa pengamatan faktual tentang urutan pertumbuhan masyarakat. Tahapan pembangunan memiliki logika tersendiri yang berkesinambungan. Tahapan tersebut mempunyai kerangka analitik yang berakar pada teori dinamika produksi.
Teori klasik pembangunan dirumuskan berdasarkan asumsi dasar yang statis yang membatasi atau hanya mengijinkan variabel yang paling relevan dengan proses pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana upaya ahli ekonomi modern untuk menggabungkan teori produksi klasik dengan analisis pendapatan Keynessian, mereka mengenalkan variabel dinamis seperti populasi, teknologi, kewirausahaan dan lain lain. Tetapi mereka cenderung terlalu kaku dan umum sehingga model yang mereka tawarkan tidak dapat menarik fenomena penting dari pertumbuhan, justru terlihat seperti ahli sejarah ekonomi.
Kita butuh sebuah teori produksi dinamis yang mengisolasi tidak hanya distribusi pendapatan antara konsumsi, menabung dan investasi (dan keseimbangan produksi antara konsumer dan modal barang), tetapi juga yang secara langsung memfokuskan pada komposisi investasi dan pembangunan dalam sektor ekonomi tertentu.
Fungsi-Fungsi Manajemen (Management Functions)
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu:
  1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
  2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
  3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha
Sampai saat ini, masih belum ada consensus baik di antara praktisi maupun di antara teoritis mengenai apa yang menjadi fungsi-fungsi manajemen, sering pula disebut unsur-unsur manajemen.
fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut:
Planning
Berbagai batasan tentang planning dari yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat rumit. Misalnya yang sederhana saja merumuskan bahwa perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Pembatasan yang terakhir merumuskan perencaan merupakan penetapan jawaban kepada enam pertanyaan berikut :
1. Tindakan apa yang harus dikerjakan ?
2. Apakah sebabnya tindakan itu harus dikerjakan ?
3. Di manakah tindakan itu harus dikerjakan ?
4. kapankah tindakan itu harus dikerjakan ?
5. Siapakah yang akan mengerjakan tindakan itu ?
6. Bagaimanakah caranya melaksanakan tindakan itu ?
Menurut Stoner Planning adalah proses menetapkan sasaran dan tindakan yang perlu untuk mencapai sasaran tadi.

Organizing
Organizing (organisasi) adalah dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran.

Leading
Pekerjaan leading meliputi lima kegiatan yaitu :
• Mengambil keputusan
• Mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara manajer dan bawahan.
• Memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak.
Memeilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya, serta memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan.

Directing/Commanding
Directing atau Commanding adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula.

Motivating
Motivating atau pemotivasian kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara suka rela sesuai apa yang diinginkan oleh atasan.

Coordinating
Coordinating atau pengkoordinasian merupakan salah satu fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarahdalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Controlling
Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan semula.
Reporting
Adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi.

Staffing
Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada organisasi.

Forecasting
Forecasting adalah meramalkan, memproyrksikan, atau mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu rancana yang lebih pasti dapat dilakukan.